Tidak ada orang yang ingin ditimpa musibah. Semua orang menginginkan kehidupannya mulus tanpa rintangan, tantangan dan hambatan. Namun apa daya, manusia selalu menginginkan yang terbaik dalam hidup, akan tetapi penentu dalam kehidupan ini adalah Allah swt.
Musibah adalah takdir yang
sudah ditentukan oleh Allah. Mengimani ketentuan-Nya adalah mengimani salah
satu rukun iman yaitu qadha dan qadar. Qadha dan qadar adalah ketetapan yang
telah Allah tentukan kepada manusia sesuai dengan batas-batas yang telah
ditentukan. Sebagaimana dalam QS. Al-Qamar (54):49, “Sesungguhnya, Kami
menciptakan segala sesuatu menurut ukuran”, dan QS. Al-Hadiid (57):22, “Tiada
suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri, melainkan
telah tertulis dalam kitab (lauhul mahfuzh) sebelum kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” Dengan demikian, tidak
ada orang yang bisa mengelak dari takdir Allah. Semua sudah digariskan kapan
bahagia, kaya, memiliki jabatan, sehat, ada musibah, datangnya jodoh, mati,
sakit, dan seterusnya. Ini akan terjadi dalam hidup manusia dan bagaimana
manusia mampu menghadapinya dan menganggap bahwa ada hikmah di balik musibah.
Tulisan ini terispirasi
dari buku Eko Gunawan (2019) dengan judul “Ubah Derita Jadi Bahagia.” Dalam
buku ini, dijelaskan bahwa ada beberapa hikmah di balik musibah yaitu :
Pertama, teguran dari Allah swt. Adanya musibah, kesulitan, kesusahan, dan kemiskinan
adalah teguran dari Allah kepada hambanya untuk segera bertaubat. Alangkah
celakanya, jika ada manusia yang kena musibah, sementara mereka berkeluh kesah
tanpa mampu mengambil hikmah dari segala musibah yang sedang menimpanya. Cara
yang terbaik yang dapat dilakukan tanpa harus berkeluh kesah adalah berbaik
sangka atas ketentuan-Nya. Kebahagiaan di dunia bisa menjadi kepedihan di
akhirat, dan ketidakberuntungan di dunia bisa jadi pengantar kebahagiaan di
akhirat.
Kedua, mengikis kesombongan. Musibah dan ujian
yang menimpa seseorang, yakin dan percaya bahwa itu adalah cara-Nya dalam
mengikis kesombongan yang melekat pada diri manusia, agar manusia mampu
mensyukuri atas nikmat yang telah diberikan. Sebab, segala sesuatu yang terjadi
semata-mata karena izin dan kehendak Allah swt. Dengan demikian, jangan sombong
jika diberi kenikmatan dan keberuntungan hidup, karena perilaku sombong tidak
dibenarkan dalam agama Islam. Syukuri apa yang ada, mau susah, bahagia, dan
ditimpa musibah, semua itu sudah digariskan, tinggal bagaimana sikap kita dalam
menghadapinya sehingga akan membuka gerbang keberkahan di dunia dan akhirat.
Dalam QS. Az-Zumar (39):8,
“Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon pertolongan kepada
Tuhannya dengan kembali kepada-Nya. Kemudian apabila Tuhan memberikan
nikmat-Nya kepadanya, lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia doakan
untuk menghilangkan sebelum itu. Dan, dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi
Allah untuk menyesatkan manusia dari jalan-Nya. Katakanlah, bersenang-senanglah
dengan kekafiranmu itu sementara waktu. Sesungguhnya, kamu termasuk penghuni
neraka.” Begitu juga dalam QS. Fushilat (41):51, “Dan, apabila Kami memberikan
nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri. Tetapi apabila ditimpa
malapetaka, maka ia banyak berdoa.”
Dengan demikian, beruntunglah
manusia yang ditimpa musibah, kesusahan, dan kemiskinan, sehingga mereka sadar
dan terhindar dari perilaku yang melampaui batas.
Ketiga, memurnikan iman. Adanya musibah yang
diberikan kepada Allah swt merupakan tangga bagi umat muslim untuk memurnikan
keimanan. Sebagaimana dalam QS. Al-Ánkabut (29):2-3, “Apakah manusia itu
mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan, kami telah beriman, sedang
mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang
sebelum mereka. Maka, sesungguhnya, Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
Ujian atau musibah yang
menimpa manusia itu pada zaman ini, sangat kecil jika dibandingkan dengan masa
lalu. Keimanan mereka tidak hanya diuji dengan musibah berupa kemiskinan, sakit
berkepanjangan, sulit mencari jodoh, akan tetapi juga dengan penguasa-penguasa
yang zalim.
Semakin tinggi derajat
keimanan seseorang, maka akan semakin berat pula ujian yang akan menimpanya.
Oleh karena itu, jangan disangka bahwa orang yang beriman tidak akan diuji
dengan berbagai musibah. Justru dengan musibah itu, Allah ingin melihat
seberapa besar keimanan dia dan seberapa mampu ia akan bertahan dan menghadapi
musibah tersebut.
Keempat,
meningkatkan kesabaran. Dalam menghadapi musibah harus dengan
penuh kesabaran, berbesar hati, dan tawakkal serta mengharapkan keridhaan
Allah. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah (2):155-157, “Dan sungguh
akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan,
Inna lillahi wa innaa ilaihi raajiun.”Mereka itulah yang mendapat keberkahan
yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk.”
Tidak semua manusia mampu
dengan bijaksana menerima musibah yang dialami. Hanya orang-orang sabarlah yang
akan memperoleh rahmat di balik musibah.
Menutup tulisan ini dengan
memotivasi diri dengan kalimat “Percayalah, Allah tidak akan menjatuhkanmu dan
membuat kamu terpuruk, akan tetapi Dia ingin kamu tangguh menghadapi berbagai
hal, karena Allah tidak akan memberikan beban jika kamu tak sanggup memikulnya.
Yakinlah, bahwa ada sesuatu yang menantimu selepas banyak kesabaran yang telah
kamu jalani dan akan membuatmu terpana hingga kamu lupa betapa pedihnya rasa
sakit (Ali Bin Abi Thalib). Aamiin.
Komentar
Posting Komentar