Kemewahan dan kesuksesan duniawi selalu menjadi perbincangan sehari-hari bagi semua orang. Mulai pagi hingga petang hari hanya urusan itulah yang menyesaki pikiran banyak orang. Ada orang yang ingin kaya, ingin karirnya sukses, ingin keluarganya bahagia, dan berlomba-lomba dalam urusan duniawi lainnya. Semua hanya mengarah dan berfokus pada kehidupan dunia yang menyilaukan mata dan melupakan kehidupan akhirat. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya dan hadir agar kita tidak melupakan kehidupan akhirat dengan mengikhlaskan diri mencintai Allah. Ada beberapa cara yang ditempuh agar kita selalu bersama Allah dan bahagia bersama-Nya, sebagaimana dijelaskan dalam buku “Allah Bersama-Mu Aku Bahagia” oleh Dwi Suwiknyo. Adapun cara tersebut adalah :
Jangan mudah protes dan selalu berprasangka baik
kepada Allah swt. Banyak orang yang
selalu protes kepada Allah swt., jika dia diberi kesusahan dan kesempitan. Dia
selalu bilang kenapa harus saya? Kenapa bukan orang lain? Dan seketika itu, dia
baru ingat Allah swt. Akan tetapi, pada saat dia diberi kesenangan, dia tidak
pernah protes dan lupa siapa yang memberi kesenangan tersebut. Seharusnya,
manusia memahami bahwa dalam kondisi apa pun, baik kondisi susah maupun senang,
manusia harus terus-menerus mengingat-Nya dan ridha atas kejadian apa pun yang menimpanya dan selalu berprasangka baik
kepada Allah swt. Sebagaimana QS. Al-Baqarah (2):112 : “Barangsiapa menyerahkan
diri sepenuhnya kepada Allah dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi
Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.”
Selanjutnya, dalam Hadis Riwayat Dailami, dari Ibnu Abbas RA., Rasulullah saw.
bersabda : “Dengan nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya
orang yang tunduk patuh berserah diri kepada qadha-Ku, ridha dengan hukum-Ku
dan bersabar atas ujian dan cobaan-Ku, niscaya Aku bangkitkan dirinya pada hari
kiamat kelak bersama-sama dengan orang-orang yang mempunyai martabat
shiddiqin.” Selain itu, Hadis Riwayat Muslim, Rasulullah saw. bersabda,
“Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya
adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu, tidak akan terdapat, kecuali
hanya pada orang mukmin, yaitu jika mendapatkan kebahagiaan ia bersyukur karena
(ia berprasangka baik) hal tersebut merupakan yang terbaik bagi dirinya. Dan
jika tertimpa musibah, ia bersabar karena (ia berprasangka baik) hal tersebut
merupakan hal yang terbaik bagi dirinya.”
Jangan terlena dengan pujian manusia. Banyak orang yang senang dan bahagia ketika dipuji.
Bahkan, meskipun bukan dia, akan tetapi anggota keluarganya, maka dia juga
senang mendengarnya. Oleh karena itu, setiap orang harus mengetahui pujian
tersebut, apakah bermanfaat atau malah membahayakan diri? Pujian itu bermanfaat
jika menjadikan diri semakin bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat yang diperoleh,
dan semakin membuat diri yakin untuk tampil menjadi pribadi yang lebih baik
lagi. Sedangkan pujian yang berbahaya, saat sudah menjadi candu dan mematikan
nurani. Sudah menjadi hebat, dan merasa bahwa memang dia pantas mendapatkan
pujian tersebut karena hasil kerja kerasnya. Padahal, hanya Allahlah yang layak
mendapatkan pujian tersebut. Tidak ada satu manusia pun yang pantas berbangga
atas pujian akibat kelebihan yang dimilikinya, karena semua yang ada pada diri
manusia hakikatnya berasal dan milik Allah swt. Oleh karena itu, jika mendapat
pujian dari orang lain, maka harus dijawab “Terima kasih”, dan menganggap bahwa
semua itu karena Allah swt. jadi, Allahlah yang paling layak dipuji atas
kebaikan di dalam diri dan apa pun kebaikan yang kita kerjakan. Atau kita dapat
menjawab, “Doakan aku selalu, semoga Allah swt. senantiasa menolong dan
melindungi kita. Sebab, seseorang tidak akan bisa seperti ini jika Allah swt.
tidak ridha dan mengizinkan. Sebagaimana Hadis Rasulullah saw. yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Nabi bersabda “Jika salah seorang diantara kalian
melihat sesuatu yang menakjubkan dari saudaranya, maka hendaklah dia
mendoakannya agar diberikan keberkahan.” Dengan demikian, ketika dipuji oleh
orang lain, maka ada doa yang wajib dibaca. Doanya adalah “Ya Allah, Engkau
lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri, dan aku lebih
mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikan
diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan , ampuni aku terhadap apa yang
mereka tidak ketahui dariku, dan jangan menyiksaku dengan perkataan mereka.”
Jangan selalu mempertanyakan kapan doaku terkabul? Setiap orang selalu merasa doanya tidak terkabul. Banyak
doa yang telah dipanjatkan, namun belum terkabul. Oleh karena itu, setiap orang
harus mengetahui dan memahami cara kerja doa. Berdoalah terus dan jangan menyerah
dan berhenti berdoa, serta jangan putus asa, karena jarak antara harapan dan
terkabulnya doa, itulah salah satu tanda iman seorang hamba kepada Allah swt. Ikhtiar
adalah bagian dari kewajaran dalam doa. Sebab, doa tanpa ikhtiar sama juga
bohong. Sedangkan ikhtiar tanpa doa sama juga sombong. Dengan demikian, jika
doa belum dikabulkan, maka seseorang harus menahan kesedihan dan jangan
gelisah, tetap bersabar, berprasangka baik kepada Allah swt., serta tidak
pernah putus asa dari rahmat-Nya. Sebagaimana HR. Bukhari dan Muslim,
Rasulullah saw. bersabda, “Doa salah seorang kalian akan dikabulkan selama ia
tidak tergesa-gesa (meminta pengabulannya) sehingga ia berkata, aku sudah
berdoa namun tidak juga dikabulkan.” Selanjutnya, Ibnu Qayyim al-Jauziyah
mengemukakan bahwa salah satu kesalahan yang menghalangi sebuah doa adalah
ketika seorang hamba tergesa-gesa sehingga jika doa tersebut belum dikabulkan
sesuai perkiraannya sendiri, dia kemudian berprasangka buruk kepada Allah,
bahkan memilih meninggalkan ibadah berdoa itu.
Agar doa diijabah, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan yaitu tidak akan berdoa (memohon) kecuali kepada-Nya, berdoa pada waktu yang Engkau ijabahi, tidak berdoa tentang keburukan, tetapi doa yang baik, menjaga agar apa yang dimakan dan dipakai adalah halal, berdoa sepenuh hati dan berikhtiar dengan sungguh-sungguh, dan sabar serta tidak tergesa-gesa doanya terkabul.
Jangan terlalu boros. Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar (tidak tepat dan tidak bermanfaat). Banyak orang yang teramat boros. Suka membeli barang hanya karena modelnya baru, dan untuk memenuhi keinginan saja, mudah tertarik pada pesta diskon, dan tidak sadar ternyata harganya masih mahal, suka membeli dengan kartu kredit karena rasanya mudah sekali tanpa membayar tunai, suka membeli dengan member card karena mendapatkan diskon khusus, dan suka gengsi dan ingin dipandang ‘wah”. Firman Allah swt. dalam QS. Al-Isra’(17): 26-27 : “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan.” Dengan demikian, seharusnya seseorang membelanjakan uang dengan benar dan lebih bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan keluarga, bersedekah pada fakir dan miskin, bersedekah untuk mesjid dan kepeluan syiar Islam, berzakat sesuai haul dan nisabnya, dan menabung untuk warisan anak-anak. Sebagaimana firman Allah swt. dalam QS. Al-Furqan (25):67: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”
Tulisan ini akan saya lanjutkan untuk seri ke-3. Mengutip kata bijak dari Ibnu Qayyim, “Kebahagiaan bisa dicapai dengan 3 hal yaitu sabar saat diuji, bersyukur saat mendapat nikmat, dan bertaubat saat berbuat dosa.”
Komentar
Posting Komentar