Tiada kebahagiaan dan keberuntungan di dunia ini, selain ketenteraman dan ketenangan hati yang selalu mengingat dan terpaut dengan Allah swt. dalam setiap keadaan. Dan tidak ada yang lebih berharga selain nikmat beribadah kepada Allah swt. untuk mendapatkan pahala dan menjadi bekal di akhirat.
Tulisan ini merupakan
lanjutan terakhir dari tulisan sebelumnya dan hadir agar kita tidak melupakan
kehidupan akhirat dengan mengikhlaskan diri mencintai Allah. Ada beberapa cara
yang ditempuh agar kita selalu bersama Allah dan bahagia bersama-Nya,
sebagaimana dijelaskan dalam buku “Allah Bersama-Mu Aku Bahagia” oleh Dwi
Suwiknyo. Adapun cara tersebut adalah :
Jangan boros. Banyak orang yang suka membeli barang hanya
karena modelnya baru, lagi trend, tertarik dengan diskon, suka mengoleksi
barang, dan hanya karena ingin memuaskan keinginan dan rasa puas di hati. Semua
ini adalah sifat boros yang tidak diajurkan dalam Islam. Pemborosan adalah
menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar, tidak tepat dan tidak
bermanfaat. Dalam Q.S. al-Isra’ (17):26-27, “Dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu
adalah saudara-saudara setan.” Oleh karena itu, seharusnya kita membelanjakan
harta dengan benar dan lebih bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan keluarga,
bersedekah kepada fakir dan miskin, bersedekah untuk mesjid dan untuk
kepentingan syiar Islam, berzakat sesuai khaul dan nisabnya, dan menabung untuk
warisan anak-anak. Sebagaimana Q.S, al-Furqan (25): 67, “Dan orang-orang yang
apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebihan, dan tidak pula kikir, dan
adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”
Selalu ridha kepada Allah swt. Dalam sebuah riwayat, Yahya bin Muádz pernah bertanya,
“Kapankah seorang hamba mencapai kedudukan ridha”? Beliau menjawab, jika dia
menempatkan dirinya pada empat landasan tindakan Allah kepadanya : Jika Engkau
memberiku, maka aku akan menerimanya; Jika Engkau menahan pemberian kepadaku,
maka aku ridha; Jika Engkau membiarkanku, maka aku akan tetap beribadah; Jika
Engkau menyeruku, maka aku akan memenuhinya.”
Jalan ridha adalah jalan yang
paling singkat dan paling dekat dengan Allah, tapi sulit dan berat. Namun
kesulitannya tidak seberat kesulitan jalan mujahadah (memerangi hawa nafsu),
karena disana tidak ada rintangan dan kesusahan, selain dari hasrat tinggi,
jiwa yang suci, dan menerima apapun yang datang dari Allah. Sebagaimana Q.S.
al-Bayyinah (98):8, “Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha
terhadap-Nya, yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada
Rabbnya.”
Selalu mengingat Allah swt. dalam kondisi apapun. Ujian atau cobaan tak selalu dalam bentuk yang
menyakitkan saja, tetapi juga kenyamanan yang melenakan. Sebagaimana yang telah Engkau firmankan, “Kami
akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang
sebenar-benarnya), Dan hanya kepada Kamilah kamu kembalikan.”
Ada empat kondisi yang harus
diwaspadai yaitu ketika susah, apakah aku langsung ingat kepada-Mu dan memohon
pertolongan-Mu?, ketika susah, apakah aku hanya bergantung dan meminta
pertolongan manusia?, ketika senang, apakah aku melupakan kewajibanku
kepada-Mu?, ketika senang, apakah aku mau untuk berbagi kebahagiaan dan
membantu sesama?. Abu Darda’ ra. Mengemukakan bahwa “Ingatlah Allah pada saat
kamu senang, maka Allah akan mengingatmu pada saat kamu susah.” Oleh karena
itu, dalam kondisi apa pun kita harus selalu mengingat kepada Allah swt.,
menerima kesulitan hidup, waspada ketika mendapatkan kemudahan hidup, siap
menjalani ujian dalam hidup, belajar tetap senyum dalam menerima musibah, dan
selalu mencari nikmat hidup yang bisa disyukuri.
Selalu bersedekah. Sedekah yang ikhlas sangat bermanfaat dalam mendekatkan hati seseorang
kepada agamanya, memberikan peluang kepada seseorang agar lebih sejahtera,
menjadikan tali ukhwah yang sangat kuat, bukti nyata untuk bersyukur atas
rezeki yang telah diamanahkan Allah dan menguatkan iman. Bersedekah tidak hanya
dalam bentuk materi, akan tetapi bersedekah bisa dalam bentuk berzikir
kepada-Nya, menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Sebagaimana Hadis
Riwayat Muslim, “Sesungguhnya setiap tasbih (Subhanallah) adalah sedekah,
setiap tahmid (Alhamdulillah) adalah sedekah, tiap tahlil (La Ilaha Illallah),
adalah sedekah, meyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah kemungkaran
adalah sedekah, dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya)
adalah sedekah.” Dengan demikian, setiap orang harus pandai bersyukur atas
nikmat dan karunia yang diberikan kepada Allah dan karunia itu haruslah
disedekahkan kepada yang berhak mendapatkannya, dan bersedekah dengan berzikir
kepada-Nya.
Selalu menunjukkan kebaikan dan mensyiarkan Agama. Setiap orang berkewajiban untuk menyiarkan agamanya
masing-masing. Syiar agama ini dapat dilakukan dalam berbagai hal. Oleh karena
sekarang ini adalah Era Digital, maka banyak orang yang menyiarkan agama
melalui media digital dengan mengajak orang lain untuk semakin dekat dengan
Allah, menyampaikan Sunnah Rasul, berbagi nasehat dalam kebaikan dan kebenaran,
dan juga berbagi kisah-kisah teladan dan inspiratif.
Memanfaatkan waktu dengan baik. Setiap orang harus waspada dengan aktivitasnya, karena
setiap detik adalah amanah dari-Nya. Setiap detik harus dilewati dengan
perhitungan, secermat mungkin, sematang mungkin, dan seakurat mungkin, agar
waktu tidak ada yang terbuang percuma. Jangan suka menunda-nunda pekerjaan, jangan
sampai waktu terbuang sia-sia, dan jangan lengah dengan pencuri waktu, karena
penjahat yang harus diwaspadai adalah pencuri waktu.
Ada beberapa aktivitas yang
biasa kita lakukan yang dapat membuat waktu terbuang percuma yaitu obrolan atau
ghibah yang sia-sia, nonton acara TV yang tiada manfaat, melakukan hobi tanpa
batas waktu, suka melamun dan berandai-andai, dan hati yang selalu mengeluh.
Ada nasehat yang pernah disampaikan oleh Aa’Gym bahwa “Orang sukses adalah
orang yang menggunakan waktu dengan optimal, dan ia melakukan sesuatu yang
tidak diminati oleh orang yang gagal; Orang hebat adalah orang yang bersedia
melakukan sesuatu sekarang juga; dan orang yang malang adalah orang yang
hari-harinya diisi dengan kekecewaan dan suka menunda-nunda pekerjaan (memulai
sesuatu pada keesokan harinya).
Selalu menjadikan diri sebagai orang yang beruntung. Keberuntungan di dunia adalah kemudahan hidup, dan
keberuntungan di akhirat adalah hamba yang menjadi penghuni surga. Untuk
menjadi orang yang beruntung, maka ada beberapa yang harus dilakukan
sebagaimana termaktub dalam Q.S. al-Mu’minun, 1-6 yaitu menjaga shalat dengan
khusyuk, menjauhi perbuatan yang sia-sia, menunaikan zakat (tidak kikir),
menjaga kemaluan, dan menjaga amanah dan janji.
Begitu nyata keberuntungan
yang telah Allah swt. berikan kepada hamba-Nya yaitu jalan keluar dari masalah,
rezeki yang tak terduga-duga, rasa puas (syukur) atas karunia-Nya, kebahagiaan
di hati dan hidup tenteram, dan keinginan untuk selalu menjaga ibadah. Ada
beberapa nasehat dari Syekh Ibnu Athaíllah as-Sakandari, beliau mengemukakan
bahwa “Ketika engkau meminta balasan atas sebuah amal, sebenarnya engkau
dituntut untuk tulus di dalamnya. Sudah cukup beruntung bila seseorang selamat
dari siksa-Nya; Jangan mengharap upah atas amal yang tidak engkau lakukan.
Sudah cukup sebagai balasan untukmu jika Allah menerimanya; Tiada terhingga
keburukanmu jika Allah membiarkanmu. Sebaliknya, tiada pernah berakhir
kebaikanmu jika Dia memperlihatkan kemurahan-Nya atas dirimu.”
Dengan demikian, orang yang
beruntung adalah orang yang selalu ikhlas beribadah dan beramal shaleh sehingga
mendapat pahala yang melimpah dan menjadi penghuni surga dan dapat berjumpa
dengan Allah swt. dan orang yang mendapat karunia dan keberuntungan di dunia
adalah orang yang memperoleh kemudahaan hidup, rezeki tak terduga, kebahagiaan
hati, ketentraman hidup dan ibadah yang khusyuk.
Menutup tulisan ini dengan mengutip kata bijak dari al-Ghazali, “Kebahagiaan adalah ketika seseorang mampu menguasai egonya, dan kesengsaraan adalah ketika seseorang dikuasai oleh egonya.”
Komentar
Posting Komentar