Siapa yang tidak mengenal Firlandia? Firlandia adalah negara yang memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia. Setiap negara di dunia ini ingin mencontoh dan menjadikan Firlandia sebagai model pendidikan untuk negaranya. Firlandia memberikan perhatian yang sangat besar pada pendidikan anak usia dini dengan konsep edutaiment yaitu belajar sambil bermain, mengajarkan tentang cara bersosialisasi dan mengajarkan tentang cara menata emosional siswa. Firlandia memang berbeda dengan negara lainnya. Siswa disana tidak diharuskan untuk ke sekolah sampai usianya 6 tahun dan telah melewati pendidikan prasekolah dasar atau PAUD. Jika kita membandingkan Indonesia dengan Firlandia, maka kita jauh tertinggal. Firlandia sangat memperhatikan kualitas pendidikan. Mereka memilih guru yang memiliki jenjang pendidikan minimal S2, memberikan tugas atau pekerjaan rumah siswanya sangat sedikit, jam pembelajarannya singkat, membantu siswa yang tertinggal dalam pembelajaran, libur lebih banyak, semua siswa naik kelas, tidak ada ujian nasional dan kebijakan pendidikan selalu konsisten atau tidak berubah-ubah. Berbeda dengan negara kita, pendidikan gurunya minimal S1, banyak memberikan tugas atau PR, jam pembelajarannya lama, siswa melakukan remedial, libur lebih sedikit, ada siswa yang tidak naik kelas, ada ujian nasional, dan kebijakan pendidikan yang selalu berubah. Jika kita ingin berhasil seperti Firlandia, maka kita harus belajar di Firlandia dan mencontoh sistem pendidikannya sehingga dapat menghasilkan output pembelajaran yang berkualitas dan siswa yang berprestasi.
Saya tertarik untuk mengupas tentang
kemandirian siswa di Firlandia, karena telah membaca buku the best seller “Teach Like Finland” yang
ditulis oleh Timothy D. Walker. Dalam buku tersebut, dikemukakan bahwa salah
satu strategi menghasilkan pembelajaran yang berkualitas dan menyenangkan bagi
siswa adalah kemandirian siswa. Siswa diajar untuk mandiri. Mereka banyak
diberi kesempatan di rumah dan di sekolah untuk melakukan banyak hal secara
mandiri tanpa bantuan orang lain. Dengan kesempatan tersebut mereka lebih mampu
mengarahkan dirinya sendiri sebagai siswa. Guru meningkatkan rasa kemandirian
sebagai bahan dasar kegembiraan yang utama. Guru juga meningkatkan hubungan
yang baik (rasa memiliki) sebagai peluang siswa memberi dampak terhadap
kelasnya. Mereka juga selalu menghubungkan antara kemandirian dan kegembiraan.
Dalam reformasi kurikulum terbarunya, pengembangan kemampuan siswa baik di
dalam dan di luar sekolah merupakan salah satu hal yang menjadi fokus
perhatian, dan memprioritaskan kegembiraan dalam belajar serta memupuk suatu
lingkungan belajar yang kolaboratif.
Guru mendorong siswa agar memiliki kemandirian dengan melalui berbagai stategi yaitu : Pertama, memulai dengan kebebasan. Kebebasan adalah hal bijak yang harus dilakukan oleh guru. Pemberian kebebasan dan tanggung jawab ini dilakukan secara bertahap dan signifikan. Mereka diberi tanggung jawab dalam berbagai hal, seperti tanggung jawab dalam kegiatan sekolah “Kemah Sekolah”. Mereka mengatur kegiatan itu dengan baik tanpa bantuan guru dengan membuat iklan, membuat formulir pendaftaran kelas, membawa barang yang dibutuhkan untuk membuat kue, mengatur perabotan dan seterusnya. Guru hanya menjadi pengawas, memotivasi, memberikan pendampingan dan tidak mengekang mereka dalam keseluruhan proses. Kebebasan yang diberikan dengan cara paralel melalui praktik pra-tes atau penilaian yang diberikan sebelum pembelajaran) yaitu siswa memiliki kesempatan untuk menunjukkan apa yang telah mereka ketahui di tahap awal belajar. Dengan cara ini maka pembelajaran akan lebih efisien.
Kedua, meninggalkan batas (leave margin). Dalam pembelajaran, guru harus mengetahui kapan seharusnya memberikan batas kepada siswa dan kapan harus meninggalkan batas. Guru harus menggenggam nilai leave margin atau waktu yang fleksibel di jam sekolah. Ketika hal-hal yang penting dapat dimasukkan dalam proses pembelajaran. Dalam bekerja secara mandiri, guru banyak meninggalkan batas agar siswa memiliki banyak waktu untuk melaksanakan kerja mandiri yang bermakna, yang membuat guru memiliki waktu yang banyak ketika menawarkan masukan yang berarti. 5 menit pembelajaran dimulai, guru memberikan batas melalui kerja mandiri dan menyelesaikan tugas yang diberikan kepada guru. Guru memberikan rutinitas yang dapat dilakukan secara efektif kapan pun siswa memasuki kelas, untuk memberikan batas dan awal yang baik untuk memulai pelajaran apa pun. Ada istilah menarik yang dipakai guru dalam melakukan hal ini adalah “Do know”. Do know adalah suatu aktivitas singkat yang instruksinya telah ditulis di papan, atau bahan cetak lainnya untuk para siswa ketika mereka memasuki kelas. Do know dilakukan sebelum guru mengajar dan dialokasikan waktunya kurang lebih 3-5 menit. Tujuan dilakukan do know ini, agar guru menyediakan batas yang cukup, sehingga siswa mengetahui inti pelajaran ketika guru masuk dalam suatu pelajaran. Dalam memberikan tugas “Do know”, guru bisa memberikan pilihan atau tugas yang sama, agar mereka termotivasi dan antusias dalam melakukan kegiatan tertentu yang diberikan.
Ketiga, menawarkan pilihan. Dalam memberikan tugas secara mandiri, guru harus menawarkan pilihan dengan mempertimbangkan karakter, minat dan kurikulum. Oleh karena itu, guru harus mengetahui karakter siswa, minatnya, dan kurikulum yang baik sehingga guru berkomitmen untuk memberikan tugas yang bermakna dan menarik di kelas. Cara terbaik yang bisa menghubungkan antara karakter, minat dan kurikulum di sekolah adalah memberikan tugas lebih terbuka. Misalnya, guru memberi tugas dalam mereview buku dan buku yang ingin direview dipilih oleh siswa sendiri sesuai yang diminati dan menyajikan pembelajaran tersebut melalui poster, slideshow, website, dan lainnya. Mereka masih tetap dalam koridor kurikulum dan tetap mempertahankan fleksibilitas yang signifikan selama mereka bekerja. Dengan langkah ini, maka akan mendorong kemandirian siswa di dalam kelas.
Keempat, buat rencana bersama siswa. Dalam pembelajaran, guru harus melibatkan siswa dalam perencanaan dengan frekuensi yang lebih banyak daripada sebelumnya. Perencanaan bersama (coplanning), berbagi tanggung jawab untuk menentukan arah pembelajaran. Jika guru dan siswa sudah sepakat dengan perencanaan yang dibuat, maka siswa membuat sebuah proyek tertentu. Dengan perencanaan secara bersama mereka akan termotivasi dan memiliki komitmen untuk sebuah pekerjaan yang bermutu tinggi.
Kelima, buat jadi nyata. Pembelajaran di kelas menyerupai pembelajaran di dunia nyata. Mereka diberi tugas tentang memilih profesi atau kegiatan lain yang diinginkan dan mempraktikkannya di depan kelas atau di luar kelas. Dengan pembelajaran seperti ini, maka siswa akan lebih mudah untuk melihat tujuan yang ingin dicapai dari pekerjaan sekolah mereka dan membawa kegembiraan serta menyenangkan bagi siswa.
Keenam, tuntutan tanggung jawab. Guru di Firlandia tidak banyak menjalani tes terstandarisasi atau inspeksi sekolah. Guru memiliki akuntabilitas yang rendah disebabkan karena tingginya tanggung jawab professional mereka, yang dibuktikan dengan tingginya kepercayaan profesionalisme yang mereka dapatkan. Siswa sejak usia dini diberi kepercayaan yang berhubungan dengan banyak tanggung jawab. Mereka sejak usia dini meminimalkan pendampingan orang tua dalam berbagai hal, seperti siswa berkeliaran di taman tanpa pendampingan orangtua, mengambil makanan sendiri di kafetaria sekolah, berjalan di lorong sekolah tanpa ditemani guru, dan seterusnya. Siswa tidak dipercaya hanya karena individu dengan status yang tinggi , mereka dipercaya karena orang dewasa di sekitarnya yakin mereka mampu sukses dengan cara mereka sendiri.
Demikian ulasan tentang strategi untuk membuat kemandirian bagi siswa. Semoga strategi ini dapat diimplementasikan dalam pembelajaran. Saya ingin menutup tulisan ini dengan mengemukakan bahwa untuk menjadi guru yang sukses dalam pembelajaran, maka guru harus menyuburkan dan membuat pembelajaran yang menyenangkan di kelas dengan memberikan kebebasan yang cukup bertanggungjawab kepada siswa dan kepercayaan dalam pembelajaran. Dengan kebebasan yang bertanggungjawab dan kepercayaan ini, maka siswa tidak tertekan, beban kerja guru lebih ringan, keterlibatan siswa dalam pembelajaran lebih tinggi, dan memfasilitasi kesuksesan akademik serta memberikan kegembiraan siswa dalam belajar.
Komentar
Posting Komentar